Selasa, 26 April 2016

Bab.VI.hal.22 # Kubawa luka ke tanah Jawa

##, Tiba di  Surabaya,  : tahun 1990 akhir,




Perlukah Kita Menangis?  - 
Velan R Channel


Tanpa terasa, 

Muara Jungkat sudah lama kami tinggalkan. 

       Kapal yang membawa kami sudah memasuki laut lepas. Ombak relative kecil. Hamparan laut biru membentang di hadapan. Riak air yang dibelah haluan kapal, terlihat berkilauan di pantulan cahaya bulan.

      Malam ini kami berlayar tenang menuju  tanah harapan. 

    Aku yang gelisah mencoba memejamkan mata diantara ayunan gelombang. Ingatanku menerawang pada ketika suatu siang aku melihatnya melintas di kaki lima jalan Tanjung Pura di Kota Ku. 

    Dimataku Ia begitu sempurna,  

   Dengan seragam putih abu - abu dan rok pendek hampir mencapai lutut membalut tubuh mungil dan kulit putihnya. Rambutnya tergerai  hitam diatas bahu dengan potongan mirip Lady Diana  ratu Inggris yang tersohor ketika era 90 an itu. Cara berjalannya dengan langkah pasti tanpa keraguan sedikitpun, tegap dan mantap dengan dagu terangkat.

  Dan ketika mata kami bertumbukan, ada segurat senyum merekah dibibir merahnya yang ranum bak buah delima. Akh, ...

    Dia memang cantik, kata hatiku. Tapi apakah arti senyumnya itu?  Apakah Dia juga sebetulnya menyimpan rindu ?  Apakah ada namaku di hati nya ? Entahlah !

     Temaram  lampu semakin memudar dan suara ombak semakin jauh kudengar. Tanpa terasa, Aku terlelap  diantara kerinduan yang mendekap, malam itu.  



Setelah empat hari empat malam mengarungi lautan, 


Sampailah kami di pantai Paseseh, daerah Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan, Provinsi  Jawa Timur .  Pulau Madura !

      Aku dan teman Ku segera turun dari kapal, mengucapkan trima kasih pada nakhoda nya yang sangat baik hati pada kami. Dari pinggir kapal, kami menaiki perahu kecil untuk sampai kepinggir pantai yang dangkal. Aku bersama teman ku menuju sebuah rumah, alamat sahabat dari teman ku, yang berdiam di dekat situ.


Gelombang  menerpa  bahtera

Ombak bergulung –gulung

Angin laut bertiup kencang

Menyapu jiwaku yang gersang

Kering dan hampa

Kepedihan, kegundahan, kerinduan

Berbaur jadi satu



Kengerian di tengah lautan



Tidak terlalu sulit mencari nya, 

      Sebab memang jarak nya tidak berapa jauh dari tempat kapal berlabuh. Ketika sampai di rumah sahabat teman ku itu, ternyata dia sedang berada di luar kota. Tapi orang tua nya menyambut kami dengan hangat. Kusampaikan salam dari teman ku yang memberikan alamat mereka, dan orang tua dari sahabat teman ku itu terlihat gembira menyambut kedatangan kami.



Kami dipersilahkan menempati sepetak kamar. 

      Aku dan teman ku, sambil menunggu kedatangan sahabat teman ku yang masih di luar kota itu. Tidak berapa lama, kami di persilahkan makan siang, dengan di temani oleh orang tua dari sahabat teman ku itu.

Alhamdulillah,  

       Kami merasa seperti mendapat keluarga baru. Sambutan dan perlakuan yang kami terima, jauh dari kesan sombong dan acuh tak acuh. meskipun status sosial mereka yang cukup di hormati, sebuah rumah batu berdiri diatas lahan tidak kurang dari 1000 meter persegi tapi  mereka memperlakukan kami dengan hangat dan penuh kekeluargaan.




Pulau Madura- 
pitu songo channel


Tiga hari kemudian, 

         Baru sahabat teman ku itu datang dari luar kota. Dia menyambut kami, aku dan teman ku, dengan sangat bersahabat. Malam nya kami mengobrol serius banyak hal, sampai tak terasa jam dua malam. Aku sampaikan niat dan tekad, serta tujuan ku merantau dari Kalimantan ke tanah Jawa

Ku katakan bahwa aku mencari tiga hal

       Pertama, Aku ingin belajar agama, 

       Kedua, aku ingin mengubah nasib  dan

       Ketiga, aku ingin menikah, nanti nya,  dengan orang pulau jawa sini.

Sebab, 

     Aku telah mengubur ingatan tentang cinta ku sejak aku menginjakkan kaki di Pulau Jawa hari itu.  Sahabat teman ku itu terlihat tersenyum, dan tertawa kecil mendengar penuturan ku.  

Setelah itu kami beristirahat





Purnama Merindu - 
Siti Nurhaliza -Suria Record SRC




      Pagi ini, teman ku yang berangkat bersama ku,  dan  sahabat  teman ku yang pemilik rumah, berencana akan ke Surabaya, dan melanjutkan perjalanan ke Jakarta.


Kemaren, 

     Aku sudah mengirim telegram kepada ibu ku, isi nya singkat ,: “Aku sudah tiba di kota Buaya, Surabaya. Mohon doa,” Telegram itu merupakan berita dan kabar terakhir dari ku. Sebab setelah itu, aku tak pernah lagi berkirim surat, memberi berita, menitip pesan, atau apapun nama nya. Sampai aku datang kembali ke tanah kelahiran ku, Pontianak, setelah menikah sekitar tahun sembilan puluh sembilan. 

       Sembilan tahun kemudian.

       Cukup lama memang, 

    Sejak berangkat, pertama kali, sekitar tahun Sembilan puluhan. Bersama teman ku yang sekarang menetap di Kepulauan Riau, bersama keluarga nya, yang merupakan penduduk asli daerah itu.




Pestival Acara mengarak penganten khas Pontianak