BAB.X
Pulang ke Ponti
##, Mohon Doa Orang Tua
Dengan menumpang kapal laut
Aku tiba di pelabuhan Dwi Kora
Pontianak
Pulanglah nak, ! -
Pesantren Kilat Channel
KM. Bukit Raya yang kutumpangi dari Surabaya itu penuh sesak.
Sejenak setelah tali kapal terikat, pintu dibuka, tangga di turunkan, ribuan manusia berhamburan
berdesakan-desakan mencari pintu keluar
masing- masing .
Mereka berkumpul diatas tangga yang akan mengantarkan
mereka ke bawah sana. Dermaga pelabuhan Dwi Kora. Sekarang menjadi Pelabuhan Internasional peti kemas dan lalu lintas perdagangan dunia. Luar biasa,
Aku merasa bangga dengan tanah kelahiran ku ini.
Setelah melewati proses Debarkasi atau bongkar muatan, menuruni tangga besi kapal, kami keluar dari areal pelabuhan Pontianak.
Waktu menunjukkan sekitar
pukul setengah sebelas siang.
Penumpang turun dari tangga-
fronsen Sianipar Channel
Desa Sei Kakap,....
Matahari Khatulistiwa menyergap ku dengan hawa panas
yang cukup terasa. Sebelum berangkat, aku mendapatkan keterangan bahwa ayah dan
ibuku sekarang tinggal di desa yang lumayan jauh dari kota Pontianak.
Mereka tinggal di kawasan pesisir laut sebelah selatan Ponti, kawasan Sungai Kakap. Aku segera mencari angkutan menuju Sungai Kakap, yang kebetulan mereka parkir berjejer di depan pintu keluar pelabuhan itu.
Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam, aku tiba di pasar Sungai Kakap.
Uje - Ayah Bunda, Renungan -
Abu Ustman Channel
Desa Sepok Laut,...
Perjalanan masih akan
dilanjutkan dengan menumpang Motor air atau sped boat disebut jonshon panjang, untuk sampai
kerumah orang tua ku itu. Desa Sepok Laut adalah kawasan pesisir selatan pulau Kalimantan bagian barat ini. Kawasan ini merupakan penghasil ikan segar yang dikirim ke wilayah sekitarnya termasuk ke kota Pontianak
Sekitar jam setengah enam sore, aku akhir nya tiba
juga di rumah orang tua ku.
“Assalamualaikum,!”,
lantang suara ku mengejutkan ibu ku yang sedang memegang periuk nasi, akan
memasak untuk makan malam nanti barangkali, karena hari sudah menjelang malam saat aku sampai dirumah ibuku.
“Kom salam,” sahut beliau
sambil berbalik, menatap ku setengah terpana, dan bergumam lirih,
tiba-tiba periuk nasi yang dipegang di tangan kiri nya terlepas.
Aku menghambur memeluk beliau.
Berkali
–kali ku sebutkan nama ku ,:
’Ini aku mak, ini aku, aku balek mak, aku datang, aku ingin minta maaf dan
minta ampun same mak, maafkan aku mak, maafkan aku,!”
Beliau mengusap kepala ku
dengan cucuran air mata.
Kerinduan seorang ibu yang
tak dapat ku bayangkan rasa nya, setelah ku tinggalkan selama Sembilan tahun di
pulau Jawa.
Sejak remaja hingga sekarang punya anak dua,”
Kulihat adik lelaki ku yang nomor
empat berkaca-kaca mata nya. Ikut terharu melihat aku dan ibu ku yang baru
bertemu setelah sekian lama. Sejak ku tinggalkan berangkat ke Jawa pada sekitar tahun sembilan puluhan. Sembilan tahun yang lalu. Kami baru bertemu lagi hari ini, setelah sembilan tahun berpisah dan Aku sudah punya anak dua.
Ayah ku sedang kurang sehat waktu itu.
Beliau sedang demam dan tertidur.
Kuhampiri
tempat tidur nya, ku pegang tangan nya, perlahan kucium kening beliau yang sudah
kelihatan mulai keriput. Sisa kerutan perjuangan hidup yang cukup berat untuk membesarkan kelima anak - anak nya.
Ayah ku memang beda usia jauh dengan ibu ku.
Ketika aku
lahir, usia ayah ku sudah sekitar empat puluh lima tahun. Sementara ibu ku
sekitar dua puluh dua tahun. Aku anak pertama mereka.
Ibu ku istri ke empat yang di nikahi oleh ayah ku,
setelah ketiga istri nya terdahulu tidak dikarunia keturunan, sampai mereka
berpisah.
Beliau membuka mata, dan
lembut ku sebut nama ku, :
"- Abah, ini saye, saye datang Bah, saye balek, !”
Ayah ku perlahan berusaha bangun untuk duduk.
Beliau menatap ku dengan wajah
seperti setengah tidak percaya. Tapi cepat kurangkul beliau dan ku sorongkan
kepala ke dada nya.
Ayah ku mengusap kepala ku dengan lembut,
Mata nya berkaca-kaca, Hanya ada kalimat ,:
” Alhamdulillah,!” yang keluar dari bibir nya.
Ibu, ...