Rabu, 27 April 2016

Bab.VIII.hal.32 # Layu Sebelum Berkembang

##,  Kembali ke Malang




 Kota malang - 
Tito Buruh cisco Channel

           Menjelang sore, aku pulang ke rumah abang angkat ku itu. Ku utarakan niat ku untuk secepatnya pulang ke Malang Dia memaklumi kondisi dan perasaan ku, dan berjanji akan membantu ku sebisanya.

      Keesokan hari nya, aku berpamitan untuk pulang ke Malang, sambil mengucapkan terima kasih tak terhingga, atas segala yang telah aku terima, selama berada di daerah mereka.



Puisi Luka 

         Sebelum berangkat, aku sempat mencoba menemukan Gadis itu, yang tak lagi pernah kulihat, sejak aku resmi  menyampaikan niat. Kata nya ia sedang berada di Sumbawa Besar.  Entahlah!

       Kutinggalkan Taliwang dengan dada sedikit perih.  Ada harapan yang tertinggal disana. Ada cinta yang mulai merona.  Ada rasa yang tumbuh merekah diantara kita. Tapi,adat istiadat dan budaya, mungkin tak akan sanggup menyatukan kita.  

            Kudengar, di daerah itu, ada cara menikah sedikit unik.  Namanya.: “Merari.” -  Ini bentuk pernikahan yang tak lazim memang. Jika sepasang pemuda dan pemudi yang saling mencintai, tapi terhalang sesuatu dan lain hal, maka mereka boleh melakukan kawin lari, atau disebut dengan “ Merari,” 

      Asalkan mereka harus mendapatkan perlindungan dari orang yang dianggap terhormat, dan memiliki martabat di mata masyarakat  setempat. Entah benar,  entah tidak, aku tak tahu pasti. 



Aku takkan sanggup mengubah buih jadi permadani

           Tapi tentu saja, aku tak akan  mengambil jalan nekad seperti itu.  Sebab, aku mau dengan cara terhormat dan bermartabat. Dengan cara dan adat budaya umum nya. Bukan dengan cara yang tidak biasa 


Aku sekarang sudah kembali ke Malang.


     Ustad menyambut ku dengan senyum tipis.  Rupa nya beliau mungkin sudah mendengar apa yang terjadi selama aku di Sumbawa. Beliau menegaskan, bahwa bahasa yang mereka sampaikan itu, adalah bahasa penolakan secara halus. Jadi aku tak perlu berharap terlalu jauh. 



Malang Tempoe Doeloe -Antok Alwagiri Channel

         
      Aku mengangguk kecil, memahami nasehat beliau. Malam ini aku menerawang langkah dan jalan hidup ku, apa yang telah kulalui, apa yang telah ku alami, apa yang telah ku rasakan.


     Sudah sekitar enam tahun aku di pulau jawa, banyak pengalaman yang telah kudapat.  Bekal hidup dan perjalanan, sekarang, usiaku sudah menginjak tiga puluh tahun, waktu yang tepat untuk menikah, tapi dengan siapa? Aku tak punya bayangan. 


       Aku tak punya kekasih pujaan hati,  aku tak punya cinta,  aku tak punya siapa siapa! Dan parah nya, aku takut untuk mencintai sekarang ini. Luka demi luka telah mengerogoti hati dan jantung ku, membuat aku tak berani memulai. Aku sangat trauma untuk mencintai lawan jenis. Aku takut ditolak, takut dihina, takut dilecehkan, takut tak di hargai. 


        Tiba-tiba, terlintas dibenak ku, beberapa tahun yang lalu, ada sahabat ku di Pasuruan, yang pernah menawarkan kepadaku untuk menikah. Aku tersenyum, dan memutuskan untuk berkunjung kerumah nya, dalam waktu dekat.


      Aku sudah memutuskan, aku harus menikah! Apapun caranya, siapapun orang nya,  semua nya kuserahkan pada pilihan Allah, atas jalan hidup yang akan kulalui berikut nya. 

         Cinta? aku tak butuh cinta, aku butuh istri!  

Cinta akan datang nanti setelah menikah,  begitu kata ustad kepada ku.   Aku mulai berubah fikiran,  dan menerima saran nya. 




Alun Alun kota Malang tahun 1990 an