Minggu, 24 April 2016

Bab.I.hal.3 # Kota tua di tepian Kapuas

##, Bersekolah di Kampung Tambelan


Pontianak : Sekitar Tahun 1978- 1981




Jembatan  beton 
sepanjang tepian Kapuas hari ini,  2019


Akhirnya aku tiba di sekolah ku, Madrasah Kampung Tambelan Sampit.


    Letaknya persis di pinggir  sungai Kapuas. - Sebagaimana bangunan yang didirikan diatas lahan resapan air, konstruksi sekolah ku juga bertiang, dengan tiang kayu ulin ( Belian ) bahasa setempat nya, berlantai papan belian, dan berdinding papan campuran, atap dari sirap atau seng atau anyaman daun sagu , daun nipah,-   Menghadap ke barat, memanjang ke utara. 


      Sekolah kami menerapkan system dua mata pelajaran. Umum dan Madrasah.  Lulusan nya nanti mendapatkan dua Ijazah, Sekolah Dasar dan Sekolah Madrasah Ibtidaiyah,


   Sekarang kata nya kondisi sekolah ku ini luput dari perhatian Pemda setempat, tiang nya banyak yang sudah lapuk dimakan usia, gelegar nya banyak yang patah -patah, lantai nya rusak, dan kelas yang tidak memadai. 


     Padahal, sekolah ini adalah sekolah swasta tertua di kota Pontianak, didirikan pada tahun 1948, tiga tahun setelah Proklamasi di bacakan di Jakarta. 




Madrasah Al Raudhatul Islamiyah 
- Kp Tambelan Sampit - Pontianak



Aku masih duduk di bangku kelas tiga, 

Saat itu menjelang kenaikan kelas empat. 

      Di depan kantor aku berpapasan dengan guru kami, Pak Abdurrahman, biasa kami sebut dengan panggilan Pak AB.


“Salam alaikum,!” : Sapa Ku kepada Pak AB.

“Wa'alaikum salam,!” : jawab Pak AB sambil tersenyum.

” Ngape datang pagi kamu ?” tanya beliau.

“Ye Pak, saye takut  telambat age, macam semalam,”:  jawab Ku, 

sambil menunduk hormat.  

      Aku langsung masuk kelas, meletakkan tas, dan bergegas keluar lagi, bermain dengan teman – teman yang lain. Biasanya kami bermain petak umpet (tapok-tapok) atau bermain kelereng, disebelah utara sekolah ada tanah kosong tak berapa luas cukup untuk membuat lingkaran diatas tanah tempat meletakkan kelereng taruhan bermain.




Perkampungan pinggir Kapuas Tempoe Doeloe 
dengan jembatan kayu 
sebelum diganti dengan beton sekarang



Hari ini kami pulang agak cepat, ....

Kata nya guru rapat. 

     Aku kembali pulang beriringan dengan teman sebaya ku, yang bersekolah disitu.. Kami bercanda sepanjang jalan, sampai berpisah pulang kerumah masing- masing. Kadang kami bersenda gurau dengan kelakar dan cerita lucu , lalu tertawa bersama. Masa kecil yang indah ini tak pernah  hilang dari ingatan kami.


      Tak  jarang kadang aku singgah dulu bermain di rumah teman  ku sebelum pulang sampai ke rumah. Mereka sebagian tinggal di sekitar jalan Gaya Baru, yang terhubung langsung ke kawasan belakang Istana Kadriah itu.


       Kami biasa  mandi bekubang di Kapuas, memancing udang gantong, bermain lomba sampan, dan permainan lain nya. 


Anak SD Jadul - Ilustrasi



Tapi hari ini aku langsung pulang,...


      Dan melanjutkan perjalanan sendirian untuk sampai kerumah ku di kampung Dalam Bugis. Sekitar 1 km dari sekolahku ini. Aku termasuk yang paling jauh memang, di bandingkan  teman – teman yang lain, sekelas dengan Ku. 

Waktu baru menunjukkan pukul sepuluh pagi, ketika aku sampai dirumah.

“Assalammualaikum,!” : teriak ku didepan pintu.

“Waalaikum salam,!” : sahut Mak.  Ngape udah balek,?  ”Tanya Mak lagi.

“Guru rapat Mak!,” : sahut Ku singkat.

     Setelah menyimpan tas dan membuka sepatu serta berganti pakaian bermain. Mengenakan Celana  Pendek dengan baju kaos oblong. Bergegas aku menuju halaman sekolah dasar SD.18, tempat dimana kami biasa bermain oles. 

Dikantong tersimpan  5 biji bua guli, yang akan jadi modal bermain hari ini. 


SD 18, jaraknya hanya sekitar  300 meter dari rumahku, 

      Halaman nya cukup luas, disinilah tempat kami biasa main oles, permainan kelerang ( bua guli ), dengan cara memasang taruhan dalam sebuah lingkaran diatas tanah, dan pemenangnya adalah siapa yang paling banyak berhasil mengeluarkan buah guli dari dalam lingkaran tersebut, serta tidak terbunuh didalam lingkaran atau ditembak musuh dengan gaco nya. 


Main oles buah guli - Ilustrasi


       Berbeda dengan anak sekarang, dimasa kami bermain menggunakan banyak jenis permainan yang tidak membeli, mengeluarkan biaya. untuk belajar berenang, kami menggunakan kayu hanyut sebagai pelampung. Bermain perahu layar kecil, kami mengunakan sabut kelapa, di  beri layar plastik, atau potongan bemban, diberi karet. 


      Pistol - pistolan kami terbuat dari pelepah pisang. Racing balapan kami, ban bekas atau pelak bekas sepeda pancal. Kadang juga kami bermain meriam bambu. Berburu cicak dengan katapel karet (getah - bahasa setempat). 


Permainan kami ber interaksi langsung, sesekali kami berkelahi pada sore hari nya, dan berangkulan kembali ke esokan pagi. 


       Olahraga kami adalah berenang, di sungai kapuas, bermain gala asen, lomba lari di depan Istana Kadriah, atau bermain petak umpet, ( tapok - tapok bahasa setempat nya)


      Kami tumbuh dan besar bersama alam. kami berinteraksi aktif dengan teman -teman sebaya kami. Sehingga persahabatan yang dibina sejak kecil itu, mengakar dan bertahan hingga hari ini. Dimasa inilah kami belajar empati, peduli, saling berbagi, saling mengasihi teman, tertawa dan menangis bersama. 


   Banyak sahabat ku yang tetap kontak dan berhubungan sampai hari ini, meskipun kami terpisah jarak dan dibatasi samudra luas, ikatan rasa itu tak lekah oleh panas dan tak lapuk oleh hujan, hingga setengah abad kemudian!.





1. "Seorang teman akan menahan tawanya dan akan membantumu ketika Kamu jatuh. Tapi, seorang teman sejati akan tertawa terbahak-bahak ketika ikut jatuh bersamamu."

2. "Sahabat sejati tahu sekali seberapa bodohnya kamu dan tetap saja memilih untuk menghabiskan waktu bersamamu."

3. "Sahabat adalah orang yang akan membangunkan kita dari tidur walaupun sedang bermimpi indah."

4. "Sahabat adalah seseorang yang selalu ada di sampingmu, ketika kamu sakit untuk melihat ke belakang, atau takut melihat ke depan."

5. "Sahabat adalah seseorang yang menari bersamamu di bawah matahari dan berjalan bersamamu di kegelapan."